Rabu, 16 November 2011

Bireuen dibelit kasus korupsi

Dikutip dari: waspada.co.id
BIREUEN - Sejak terbongkarnya kasus kas bon jilid I di Bireuen, sampai sekarang kabupaten ini terus dibelit kasus korupsi. Seolah tiada jeda, Bireuen secara cepat menyumbangkan kasus-kasus tindak pidana korupsi di Aceh.

Kerugian negara yang ditimbulkan dari serangkaian tindak pidana 'perampokan uang rakyat' ini menempatkan Bireuen sebagai daerah 'juara' dua daerah terkorup di Aceh.        

“Penempatan Bireuen sebagai runner up korupsi, semakin menasbihkan kabupaten ini sebagai daerah surga bagi koruptor,” kata Kadiv Advokasi dan Kampanye Gabungan Solidaritas Anti Korupsi (GaSAK) Bireuen, Muhajir Djuli, tadi siang.

Menurut Muhajir, di Kabupaten Bireuen mulai 2006 hingga 2010, uang negara yang dikorup oleh 'pengkhianat' itu mencapai Rp89,34 miliar. Sebuah angka yang fantastis bila dikaitkan dengan daerah yang pertama sekali menerapkan hukum cambuk di Aceh itu.

Kasus kas bon jilid I yang melibatkan trio Bireuen kala itu Mustafa Geulanggang, Amiruddin Idris, dan Hasan Basri Jalil. Kasus itu berakhir dengan pembebasan dua tersangka, dan Mustafa sendiri dihukum enam bulan percobaan.

“Kasus yang paling membuat rakyat Bireuen terpana, yaitu bobolnya pajak Pph dan Ppn yang menyeret Muslim Syamaun ke meja Polda Aceh. Kasus kas bon jilid II juga kembali terkuak ke khalayak. Juga kasus korupsi di Dinas Pendidikan Bireuen melibatkan bendahara dinas, F,” sebutnya.

 Kecuali itu, lanjut Muhajir lagi, kasus korupsi pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan serta kasus korupsi almarhum Jusli Daud semakin membuat citra kabupaten ini terpuruk. Para tersangka korupsi banyak yang divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Bireuen.

Muslim Syamaun yang jelas-jelas melakukan pelanggaran fatal, juga masih bekerja di tempat yang sama. Demikian pula dengan kasus korupsi di Dinas Pendidikan. Sampai hari ini yang dijadikan tersangka utama hanya F. Sedangkan Yusri belum dipanggil pihak penegak hukum.

 Sedangkan kasus Jusli Daud, kata Muhajir, yang tersangkut korupsi dana Gasehma, sampai sekarang SKK nya belum dikeluarkan oleh Bupati. Padahal pihak Kejaksaan sudah meminta surat itu berkali-kali.

Melihat fenomena itu, pihak GaSAK mendesak aparat penegak hukum serius menangani kasus korupsi di Bireuen. Selama ini Pengadilan Negeri Bireuen adalah pihak yang paling bertanggungjawab dalam lolosnya koruptor kelas kakap semisal Mustafa cs dan kepada Bupati Nurdin Abdurrahman.

GaSAK meminta untuk tidak lagi memperkerjakan pelaku korupsi di lingkungan pemerintahan. “Sekarang ini kami menilai duet pemimpin Bireuen yang maju dari jalur independen ini tidak konsisten dalam memberantas korupsi, sehingga semakin hari para koruptor semakin nyaman menggerogoti uang rakyat,” pungkasnya.

GaSAK : Aparat Penegak Hukum Tebang Pilih Kasus Korupsi

Dikutip dari www. indowarta.com

Bireuen, Indowarta
Penegakan hukum terutama kasus korupsi di Bireuen dinilai LSM Gabungan Solidaritas Anti Korupsi (Gasak), masih mengecewakan. Koordinator GaSAK, Mukhlis Munir menilai dalam beberapa kasus, aparat masih tebang pilih. Selain banyak kasus menguap begitu saja, hukuman yang dijatuhkan pun dinilai tidak menimbulkan efek jera pada si pelaku tindak pidana korupsi. Berikut petikan wawancara dengan Mukhlis Munir :
Jadi kinerja penegak hukum masih mengecewakan dalam menyelesaikan kasus korupsi di Bireuen ?
Mukhlis Munir (MM) : Ya keputusan-keputusan pengadilan baik juga dari pihak juga kepolisian memang mengecewakan kita sebagai public atau masyarakat dan khususnya kita lembaga anti korupsi sangat kecewa terhadap keputusan yang memang tidak ada efek jera terhadap pelaku korupsi.
Kalau sudah menghadapi kendala seperti itu,  bagaimana langkah lanjutan dari LSM dalam upaya mendorong mereka ?
MM: Kita memang dari masyarakat kita kembali kepada ke masyarakatnya istilahnya mengkoordinir masyarakat untuk memberikan pendidikan politik, pemahaman terkait adanya kebijakan ke Birueun ada dengan adanya keputusan pengadilan di Bireun yang mengecewakan kita terkait dengan koruptor itu, kita kembali menjelaskan kepada masyarakat supaya masyarakat mendukung tindakan-tindakan kita supaya bisa melawan tindakan-tindakan para kuruptor dan pihak penyidik yang tidak berpihak kepada masyarakat ini.
Jadi ada itu ada menjadi kendala bagi NGO anti Korupsi ?
MM  : Berbicara tentang kendala, kita kembali ke masalah Aceh, konteks Aceh pasca konflik proses biaya integrasi yang masih banyak masalah dan belum berakhir karena masih banyak korban konflik, eks kombatan yang hingga kini belum dibayar mendapat jatah atau biaya integrasi maka kesempatan ini kitapun masih agak was-was terlalu waspada, karena apa terkait dengan kendaraan politik tadi apapun ceritanya Bupati Bireuen dia mempunyai massa dari mantan kombatan yang mendukung Bupati dan Wakil Bupati. Maka kalau kita mengcrosschek terlalu dalam, maka ada kekhawatiran. (Tommy CK/Herdiansyah Rahman/Aidil Mashendra)